Selasa, 28 Januari 2014

PROPOSAL PENELITIAN: IMPLEMENTASI PERATURAN BUPATI SIDOARJO NO. 26 TAHUN 2011 TENTANG HARI KERJA, JAM KERJA, CUTI DAN PAKAIAN DINAS KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA



PROPOSAL PENELITIAN:
IMPLEMENTASI PERATURAN BUPATI SIDOARJO
NO. 26 TAHUN 2011 TENTANG HARI KERJA,
JAM KERJA, CUTI DAN PAKAIAN DINAS KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

(Studi Pada Desa – Desa di Wilayah Kecamatan Krembung)




Oleh :
Ardi Perdana S.       (112020100028)



PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2013


Implementasi Peraturan Bupati Sidoarjo No. 26 Tahun 2011 Tentang Hari Kerja, Jam Kerja, Cuti Dan Pakaian Dinas Kepala Desa Dan Perangkat Desa
(Studi Pada Desa – Desa Di Wilayah Kecamatan Krembung)

A.   Latar belakang

Sejak diterapkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 yang sekarang ini telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 yang kemudian menjadi UU No. 12 Tahun 2008 perubahan kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menandai diimplementasikannya otonomi daerah. Misi utama dari pelaksanaan otonomi daerah adalah penyerahan sebagian besar kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi dari penyerahan kewenangan ini di satu sisi, daerah diberikan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan segala potensi yang dimiliki, tetapi disisi lain mengandung tanggung jawab yang besar atas keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, karena menurut asas otonomi dan tugas pembantuan diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran masyarakat.
Upaya pemerintah tersebut dalam mensejahterakan rakyatnya melalui pelayanan masih menjadi pekerjaan rumah yang sangat dan harus lebih diperhatikan. Upaya tersebut sampai sekarang masih menjadi titik fokus pembenahan, yang diperhatikan pula oleh masyarakat untuk senantiasa mengkoreksi hasil dari pemberian pelayanan tersebut, karena mendapatkan hak dasar berupa pelayanan sudah sewajarnya diberikan aparatur pemerintahan.
Pelaksanaan kegiatan–kegiatan organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi sangatlah tergantung kepada manusia, karena manusia merupakan salah satu sumber daya terpenting dalam menjalankan seluruh aktivitas organisasi yang akan menentukan produktivitas kerja serta kualitas dari hasil kerja organisasi tersebut. Dalam kemamfaatan potensi sumber daya manusia diperlukan penanganan khusus, karena manusia yang satu dengan yang lainnya mempunyai karakter dan watak yang berbeda.
Berdasarkan hasil pengamatan awal yang peneliti lakukan pada beberapa desa di wilayah Kecamatan Krembung, penyebab kurangnya produktivitas kerja disebabkan oleh disiplin pegawai yaitu sikap pegawai yang kurang menghormati, taat patuh terhadap aturan, hal ini dapat dilihat dari indikasi, sebagai berikut :
1.    Masih ada pegawai yang belum tepat waktu masuk kerja, misalnya : masih adanya pegawai yang terlambat masuk kerja, seharusnya masuk jam 07.00 WIB pada kenyataan masih ada yang masuk jam 08.00 WIB atau lebih.
2.    Masih ada pegawai yang belum tepat waktu dalam pulang kerja, misalnya masih ada pegawai yang pulang kerja lebih awal, seharusnya pulang kerja jam 15.30 WIB pada kenyataanya masih ada pegawai yang pulang jam 14.00 WIB atau sebelumnya.
3.    Masih adanya pegawai yang tidak masuk kerja tanpa alasan.

Dilihat dari segi disiplin, produktivitas kerja pegawai merupakan faktor yang sangat penting, karena naik turunnya produktivitas kerja pegawai dalam suatu organisasi menunjukkan suatu pertanda bahwa disiplin dalam organisasi tersebut masih kurang dilaksanakan dengan baik oleh pegawai. Sehubungan dengan pencapaian tujuan organisasi tersebut diatas, Pemerintah Desa  menghadapi tantangan yang cukup berat bagaimana mengupayakan produktivitas kerja pegawai dapat meningkat. Salah satunya adalah pelaksanaan disiplin pegawai sesuai dengan ketentuan, agar dapat mendorong pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
            Bertitik tolak dari uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat sebuah judul : Implementasi Peraturan Bupati Sidoarjo No. 26 Tahun 2011 Tentang Hari Kerja, Jam Kerja, Cuti Dan Pakaian Dinas Kepala Desa Dan Perangkat Desa (Studi Pada Desa – Desa di Wilayah Kecamatan Krembung) ”.





B.   Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang proposal penelitian diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana proses implementasi Perbup Sidoarjo No 26 tahun 2011 tentang hari kerja, jam kerja, cuti dan pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa?

  1. Faktor-faktor apa yang menghambat implementasi Perbup Sidoarjo No 26 tahun 2011 tentang hari kerja, jam kerja, cuti dan pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa?
.

C.   Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi Perbup Sidoarjo No 26 tahun 2011 tentang hari kerja, jam kerja, cuti dan pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa.

2.      Untuk mengetahui hambatan-hamabatan yang timbul dalam proses implementasi Perbup Sidoarjo No 26 tahun 2011 tentang hari kerja, jam kerja, cuti dan pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa.



D.   Manfaat Penelitian

            1.         Manfaat teoritis
                     a) Menjadi salah satu panduan dalam memaksimalkan proses implementasi Perbup Sidoarjo No 26 tahun 2011 tentang hari kerja, jam kerja, cuti dan pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa.
b)    Diharapakan penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan  penelitian yang akan datang.
            2.         Manfaat praktis
                 a)    Bagi masyarakat
         Penelitian ini memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai hari kerja dan jam kerja kepala desa dan perangkat desa di kantor desa.
                 b)    Bagi Instansi terkait
                             Penelitian memberikan pemahaman dalam melaksanakan disiplin kerja bagi kepala desa dan perangkat desa sesuai dengan Perbup Sidoarjo No 26 tahun 2011 tentang hari kerja, jam kerja, cuti dan pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa.
                 c)    Bagi pemerintah
         Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada pemerintah untuk dapat bersikap lebih aktif dalam mengawasi proses implementasi Perbup Sidoarjo No 26 tahun 2011 tentang hari kerja, jam kerja, cuti dan pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa serta menjadi bahan pertimbangan rekomendasi kepada pemerintah dalam mengevaluasi kebijakan Perbup Sidoarjo No 26 tahun 2011 tentang hari kerja, jam kerja, cuti dan pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa.
E.   Landasan Teori

a.    Pengertian Implementasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan: pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk tentang hal yang disepakati dulu. Sedangkan menurut Susilo (2007) implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap.
Miller& Seller (1985) mendefinisikan kata implementasi dengan tiga pendekatan, yaitu : Pertama, implementasi didefinisikan sebagai kegiatan. Kedua, suatu usaha meningkatkan proses interaksi antara pengembang guru dengan guru. Ketiga, implementasi merupakan sesuatu yang terpisah dari komponen kurikulum.
Menurut Dr. Muklir.,S.Sos.,M.AP, implementasi pada hakikatnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (1981).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi adalah suatu pelaksanaan dari kebijakan agar terjadi perubahan pegetahuan, sikap, keterampilan maupun nilai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.



b.    Pengertian Disiplin Pegawai
Pengertian disiplin kerja menurut Komarudin (1976), memgatakan yang dimaksud dengan disiplin kerja adalah : “Ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan – peraturan yang berlaku dalam lingkungan kerja dan adanya sanksi. Kemudian Siswanto (2002), menjelaskan pengertian disiplin kerja sebagai: “Suatu sikap menghormati, patuh dan taat terhadap peraturan – peraturan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi – sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikannya kepadanya”. Selanjutnya Moenir (1987), menyebutkan bahwa : “ Disiplin kerja ditujukan terhadap aturan yang menyangkut disiplin waktu dan disiplin terhadap perbuatan dan tingkah laku sesuai dengan tata kerja “. Disiplin merupakan suatu hal yang sangat penting bagi suatu organisasi atau perusahaan dan mempertahankan atau melangsungkan kehidupannya. Hal ini disebabkan hanya dengan disiplin yang tinggi suatu organisasi dapat berprestasi tinggi.
Dari uraian tersebut, dapat dikemukakan disiplin adalah suatu alat atau sarana bagi suatu organisasi untuk mempertahankan eksistensinya. Hal ini dikrenakan dengan disiplin yang tinggi, maka para pegawai atau bawahan akan mentaati semua peraturan – peraturan yang ada sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Menurut Moenir (1987), disiplin menyangkut dua hal, yaitu :
1.    Disiplin terhadap waktu, yang artinya apabila sesuatu telah ditetapkan, misalnya dimulai jam 05.00 WIB (pagi) maka harus tepat jam 05.00 WIB (pagi). Contohnya adalah ketaatan pegawai terhadap peraturan mengenai jam kerja.
2.    Disiplin terhadap perbuatan atau tingkah laku, artinya keharusan seseorang untuk mengikuti dengan ketat perbuatan atau langkah tertentu agar mencapai sesuatu sesuai dengan dengan standar. Dalam hal ini adalah pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dalam arti dapat sesuai dengan ketepatan dengan penyelesaian pekerjaan mengikuti tata cara kerja yang berlaku dan sebagainya.
Hanya dengan disiplin yang tinggi suatu organisasi dapat berprestasi tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Widjaja (1986), sebagai berikut : “ Disiplin adalah unsur yang penting yang mempengaruhi prestasi dalam organisasi, tidak ada organisasi yang berprestasi lebih tinggi tanpa melaksanakan disiplin dalam derajat yang lebih tinggi pula “.


F.    Metode Penelitian
a.    Jenis Penelitian
           Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan analisa deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan kenyataan yang penulis teliti sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjalankan informasi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, yang dihubungkan dengan pemecahan masalah yang baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
b.    Fokus Penelitian
           Fokus penelitian ini nantinya adalah pada kenyataan di lapangan mengenai pakaian dinas, hari kerja dan jam kerja para kepala desa dan perangkat desa di kantor desa serta prosedur pengajuan cuti para kepala desa dan perangkat desa. Sedangkan lokasi penelitian ini akan dilaksanakan pada kepala desa dan perangkat desa pada tiga desa di wilayah Kecamatan Krembung yakni Desa Krembung, Desa Wangkal, dan Desa Tanjekwagir. Alasan dipilihnya ketiga desa tersebut berdasarkan letaknya. Desa Krembung terletak di pusat Pemerintahan Kecamatan Krembung, Desa Tanjekwagir terletak di tengah wilayah Kecamatan Krembung, dan Desa Wangkal yang letaknya paling jauh dari pusat pemerintahan yakni berbatasan dengan wilayah Kecamatan Porong.  


c.    Nara sumber informasi

           Nara sumber informasi yang nantinya akan dimintai penjelasan dan tanggapannya dalam penelitian ini adalah:
1.    Kepala Desa dan Perangkat Desa Krembung
2.    Kepala Desa dan Perangkat Desa Tanjekwagir
3.    Kepala Desa dan Perangkat Desa Wangkal
4.    Kasi Pemerintahan Kecamatan Krembung
5.    Kasi Ketenteraman dan Ketertiban Kecamatan Krembung
6.    Camat Krembung

d.    Teknik Pengumpulan Data     
Sehubungan dengan pendekatan penelitian diatas, teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dilakukan dengan cara mengunjungi langsung ke objek penelitian yaitu Kantor Desa Krembung, Kantor Desa Tanjekwagir, Kantor Desa Wangkal,dan Kantor Kecamatan Krembung. Penelitian ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan seperti:
ü  Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung pada objek penelitian terhadap pakaian dinas dan aktivitas yang ada di masing-masing kantor desa.
ü  Wawancara, yaitu melakukan tanya-jawab dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah penelitian yaitu para kepala desa dan perangkat desa serta pihak kantor kecamatan sebagai pembina dan pengawas para kepala desa dan perangkat desa.


e.    Teknik Analisis Data     
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengolah informasi yang didapat adalah:
ü  Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dilakukan di lapangan, dan sebagainya.
ü  Reduksi Data yang dilakukan dengan cara membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan dari narasumber yang perlu dijaga
ü  Menyusun data satuan-satuan. Satuan-satuan data yang masih didapatkan secara terpisah kemudian dikategorisasikan dan dikelompokkan menjadi satu.
ü  Pemeriksaan keabsahan data dan penafsiran data. Setelah data didapat dan telah menjadi satu, selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap keabsahan data yang ada dan selanjutnya dilakukan penafsiran data dalam mengolah hasil sementara yang sesuai dengan metode penelitian ini

G.   Daftar Pustaka

Ichal, M.F. (2013). Analisis Data Dalam Penelitian Kualitatif (Buku Ajar Part 5). [Online]. Tersedia: http://ichaledutech.blogspot.com/2013/04/analisisls -data-dalam-penelitian.html
Moenir A.S, 1987; Pendekatan Manusiawi dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Jakarta, Sinar Grafika
Peraturan Bupati Sidoarjo No. 26 Tahun 2011 tentang Hari Kerja, Jam Kerja, Cuti dan Pakaian Dinas Kepala Desa dan Perangkat Desa
Siswanto, B., 2002; Manajemen Modern, Bandung, Sinar Baru,
Susilo, Muhammad Joko, 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja, A.W, 1986; Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali





PERATURAN BUPATI SIDOARJO
NO 26 TAHUN 2011

Senin, 06 Januari 2014

Makalah: PERBANDINGAN KINERJA BIROKRASI MASA ORDE BARU DAN MASA REFORMASI



PERBANDINGAN KINERJA BIROKRASI
MASA ORDE BARU DAN MASA REFORMASI







Oleh :
Ardi Perdana S.       (112020100028)




PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2013


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Fenomena birokrasi selalu ada dalam kehidupan sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan mengambil kesimpulan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan masyarakat.
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru karena sebenarnya telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak lama. Namun demikian, kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Sangat menarik membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan birokrasi terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para pegawai birokrasi itu dibayar dari uang masyarakat. Dan terkadang wewenang yang diberikan kepada pegawai dari birokrasi disalahgunakan.
Sejak rezim orde baru, orientasi pada penguasa masih sangat kuat dalam kehidupan birokrasi publik. Nilai-nilai dan simbol-simbol yang digunakan dalam birorasi masih amat kuat menunjukan bagaimana birokrasi publik dan para pejabatnya mempersepsikan dirinya lebih sebagai penguasa daripada sebagai abdi dan pelayan masyarakat. Istilah  penguasa tunggal sebagai sebutan untuk bupati dan gubernur pada zaman Orde Baru jelas menunjukan bagaimana birokrasi publik dan para pejabatnya pada waktu itu memerankan dirinya.
Menarik untuk diperhatikan mengenai kinerja pelayanan birokrasi pemerintah pada masa reformasi apakah terjadi perubahan dengan masa orde baru.

Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.            Bagaimana kinerja birokrasi pada masa orde baru ?
2.            Bagaimana kinerja birokrasi pada masa reformasi ?
3.            Bagaimana perbandingan kinerja birokrasi pada masa orde baru dan masa reformasi ?

Tujuan
                  Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.            Untuk mengetahui kinerja birokrasi pada masa orde baru.
2.            Untuk mengetahui kinerja birokrasi pada masa reformasi.
3.            Untuk mengetahui perbandingan kinerja birokrasi pada masa orde baru dan masa reformasi.


 

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bureau, cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat dan cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
Blau dan Page (1956) mengemukakan “Birokrasi sebagai tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang”. Jadi menurut Blau dan Page, birokrasi justru untuk melaksanakan prinsip-prinsip organisasi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi administratif, meskipun kadangkala di dalam pelaksanaannya birokratisasi seringkali mengakibatkan adanya ketidak efisienan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah suatu prosedur yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Pengertian Kinerja
Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006). Menurut Mangkunegara (2001), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu
maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 2001)

Kinerja Birokrasi Masa Orde Baru
Birokrasi pada masa Orde Baru menciptakan strategi politik korporatisme Negara yang bertujuan untuk mendukung penembusan ke dalam masyarakat, sekaligus dalam rangka mengontrol publik secara penuh. Strategi politik birokrasi tersebut merupakan strategi dalam mengatur sistem perwakilan kepentingan melalui jaringan fungsional non-ideologis, dimana sistem tersebut memberikan berbagai lisensi pada kelompok fungsional dalam masyarakat, seperti monopoli atau perizinan, yang bertujuan untuk meniadakan konflik antar kelas atau antar kelompok kepentingan dalam masyarakat yang memiliki konsekuensi terhadap hilangnya pluralitas sosial, politik maupun budaya.
Pemerintahan Orde Baru lebih menggunakan birokrasi untuk mengurus kehidupan publik, dalam arti fungsi regulatif daripada fungsi pelayanan publiknya. Birokrasi sebagai kepanjangan tangan dari pelaksanaan regulasi pemerintah. Menjadikan birokrasi sangat tidak terbatas kuasanya dan sulit dikontrol masyarakat. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk semenjak masa birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat birokrasi. Masih kuatnya kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik, telah menyebabkan perilaku pejabat birokrasi menjadi bersikap acuh dan arogan terhadap masyarakat.
Dalam kondisi pelayanan yang sarat dengan nuansa kultur kekuasaan, publik menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur kekuasaan dalam birokrasi yang dominan membawa dampak pada terabaikannya fungsi dan kultur pelayanan birokrasi sebagai abdi masyarakat. Pada saat tersebut sebenarnya berbagai praktik penyelewengan yang dilakukan oleh birokrasi terjadi tanpa dapat dicegah secara efektif. Penyelewengan yang dilakukan birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa menjadikan masyarakat sebagai objek pelayanan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi pejabat ataupun aparat birokrasi. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk semenjak masa birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat birokrasi.

Kinerja Birokrasi Masa Reformasi
Dengan berakhirnya krisis 1998 dan masa Orde Baru, pemerintahan masa reformasi dimulai dengan keinginan untuk membuat kondisi birokrasi yang baik (good govermence) seperti membuat undang-undang dan lembaga-lembaga yang mengatur para birokrat melaksanakan tugas dan fungsinya secara tepat.
 Kemudian dalam masa ini dikenal dua macam birokrasi yaitu birokrasi patrimonial dan birokrasi kapitalisme. Birokrasi patrimonial sendiri dapat diartikan sebagai perekrutan orang ke dalam birokrasi didasarkan pada kedekatan hubungan personal yang mengabaikan kualitas individu, namun lebih memprioritaskan loyalitas kepada atasan. Untuk yang kedua untuk kapitalisme, disini para birokrat secara aktif terlibat dalam aktivitas bisnis yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Faktor kultural dan struktural seperti di atas berperan besar dalam mendorong terjadinya KKN di kalangan birokrasi. Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi, tampaknya belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di Indonesia. Perkembangan birokrasi kontemporer memperlihatkan bahwa arogansi birokrasi sering kali masih terjadi. Masih kuatnya kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik, telah menyebabkan perilaku pejabat birokrasi menjadi bersikap acuh dan arogan terhadap masyarakat.
Inefisiensi kinerja birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa reformasi walaupun sudah dapat ditekan. Birokrasi sipil termasuk salah satu sumber terjadinya inefisiensi pemerintahan. Inefisiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari masih sering terjadinya kelambanan dan kebocoran anggaran pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil yang terlampau besar merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi.
Walaupun, pemerintah sedang berusaha mewujudkan good govermence dengan cara membentuk badan-badan yang dianggap perlu untuk menciptakan birokrasi yang baik, tidak terbelit-belit dan akuntabititas yang tinggi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembuatan E-KTP, dan visi Indonesia bisa menerapkan birokrasi bersih pada 2025 sekalipun belum mampu membuat kondisi Indonesia menjadi lebih baik.

Perbandingan Kinerja Birokrasi Pada Masa Orde Baru Dan Masa Reformasi
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai sistem politik dan kinerja birokrasi di Indonesia di dua masa yang berbeda, dapat disimpulkan sebagai berikut :
                Perbandingan Sistem politik dan kinerja birokrasi pada masa Orde Baru dan masa reformasi di Indonesia.

Masa Orde Baru
Masa Reformasi
Kinerja Birokrasi
Administrasi yang sangat berbelit-belit, proses administrasi yang lama, tunduk pada satu perintah (komando)
Administrasi masih berbelit-belit, proses administrasi sedikit lebih cepat, sudah adanya tata tertib yang mengatur birokrat.
Transparansi
Sangat buruk, karena badan pengawas tunduk kepada Presiden.
Lebih baik, karena dibuat lembaga yang khusus untuk mengawasi.
Akuntabilitas
Sangat buruk, karena tanggungjawab langsung dengan Presiden, tanpa tanggungjawab kepada masyarakat.
Lebih baik, karena tidak hanya bertanggungjawab kepada presiden saja, tetapi tanggungjawab kepada masyarakat melalui media massa.
Efisiensi Kinerja
Inefisien terlihat dengan jelas, dan belum mampu untuk ditekan, karena partisipasi publik sama sekali belum ada.
Kinerja belum terlalu efisien namun sedikit demi sedikit mampu ditekan, karena partisipasi publik sudah mulai terlihat.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kinerja Birokrasi orde baru tidak berjalan dengan baik, dibuktikan dengan proses administrasi yang berbelit – belit dan terlampau lama, kemudian dari sisi transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan partisipasi publik juga dapat dikatakan masih buruk, karena pada masa ini semua tertuju pada presiden tanpa ada pertanggung jawaban kepada masyarakat.
Kinerja Birokrasi era reformasi berjalan secara lebih baik dan demokratis, meskipun proses administrasi masih berbelit – belit namun memakan waktu yang lebih cepat dari sebelumnya, selain itu dari sisi transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan partisipasi publik sudah lebih berkembang, namun pengecualian untuk efisiensi karena masih belum dikatakan baik, terbukti masih adanya kebocoran dan kelambanan dalam anggaran pemerintah.          
Jadi dapat disimpulkan kinerja birokrasi pada masa reformasi tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kinerja birokrasi pada masa orde baru, namun sudah lebih baik, dilihat dari perkembangan yang didapatkan perbaikan kinerja birokrasi dari masa orde baru,  namun masih adanya kecenderungan dari aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan atau jabatan strategis dalam birokrasi, terdorong untuk bermain dalam kekuasaan dengan melakukan tindakan KKN, serta masih kautnya kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik.





DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2009). Birokrasi dalam Era Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta: Kementrian Komunikasi dan Informatika RI.
Gaffar, Afan (2005). Politik Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
http://id.wikipedia.org/wiki/Birokrasi diakses Sabtu, 14 Dsember 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja diakses Sabtu, 14 Desember 2013
http://www.scribd.com/wanthodarknet/d/39179446-Definisi-Birokrasi diakses Sabtu, 14 Desember 2013
http://mrjoxfadh.blogspot.com/2011/01/kinerja-pelayanan-publik-masa-reformasi.html diakses Minggu, 15 Desember 2013
http://iriatna.wordpress.com/2009/02/24/refleksi-10-tahun-reformasi-birokrasi/ diakses Minggu, 15 Desember 2013
http://moo-selamanya.blogspot.com/2011/04/sistem-politik-era-reformasi.html diakses Selasa, 17 Desember 2013
Ricklefs, M. C. (2008), Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

 
;